JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Bayu.
-Ketua Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsudin mengaku prihatin dengan sikap permisif masyarakat terhadap politik uang jelang hajatan Pemilihan Umum 2014. Didi menilai, salah satu penyebab maraknya praktek politik uang adalah sistem proporsional terbuka dengan sistem suara terbanyak.
"Apakah sistem ini masih layak?" kata Didi saat diskusi di kantor Indikator Politik Indonesia, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2013. Dia mengatakan, sistem ini menyebabkan adanya kanibalisme di internal partai. Menurut dia, bisa saja seorang caleg makan siang bareng, tapi ketika kampanye, justru memakai kampanye hitam. "Bisa saling tikam," ujar dia.
Dia mengatakan, sikap permisif masyarakat atas politik uang merupakan peringatan bagi sistem demokrasi. Menurut Didi, banyak masyarakat kecewa karena banyak politikus korupsi saat terpilih sebagai anggota Dewan. Apalagi, kata dia, ada anggota Dewan yang berani mengeluarkan uang hingga Rp 5 miliar. "Praktek korupsi makin besar," kata dia.
Didi mengatakan, partai saat ini menjadikan massa mengambang sebagai pangsa suara. Menurut Didi, dulu pemilih mungkin bisa diyakinkan dengan hanya mengadakan jamuan. Sekarang, kata dia, masyarakat justru harus diyakinkan dengan menggunakan uang. "KPU harus memberikan pencerahan lebih banyak," kata dia.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo mengaku mengandalkan struktur partai untuk menarik pemilih. Selain itu, dia juga memakai jaringan media dan ormas untuk menghindari politik uang. Dia memperkirakan total dana yang dikeluarkan tak lebih dari Rp 1 miliar.
Tjahjo mengatakan, setiap caleg pasti akan mengeluarkan dana. Hanya, dana ini tidak digunakan untuk politik uang, melainkan untuk atribut kampanye. Dia mengakui ada sekelompok orang yang menggerakkan untuk politik uang. "Ada yang memberikan dan ada yang tidak memberikan uang," kata dia. Dia menilai, memang ada yang mengijon wilayah tertentu dari calon anggota legislator tertentu.
By: Bayu.
-Ketua Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsudin mengaku prihatin dengan sikap permisif masyarakat terhadap politik uang jelang hajatan Pemilihan Umum 2014. Didi menilai, salah satu penyebab maraknya praktek politik uang adalah sistem proporsional terbuka dengan sistem suara terbanyak.
"Apakah sistem ini masih layak?" kata Didi saat diskusi di kantor Indikator Politik Indonesia, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2013. Dia mengatakan, sistem ini menyebabkan adanya kanibalisme di internal partai. Menurut dia, bisa saja seorang caleg makan siang bareng, tapi ketika kampanye, justru memakai kampanye hitam. "Bisa saling tikam," ujar dia.
Dia mengatakan, sikap permisif masyarakat atas politik uang merupakan peringatan bagi sistem demokrasi. Menurut Didi, banyak masyarakat kecewa karena banyak politikus korupsi saat terpilih sebagai anggota Dewan. Apalagi, kata dia, ada anggota Dewan yang berani mengeluarkan uang hingga Rp 5 miliar. "Praktek korupsi makin besar," kata dia.
Didi mengatakan, partai saat ini menjadikan massa mengambang sebagai pangsa suara. Menurut Didi, dulu pemilih mungkin bisa diyakinkan dengan hanya mengadakan jamuan. Sekarang, kata dia, masyarakat justru harus diyakinkan dengan menggunakan uang. "KPU harus memberikan pencerahan lebih banyak," kata dia.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo mengaku mengandalkan struktur partai untuk menarik pemilih. Selain itu, dia juga memakai jaringan media dan ormas untuk menghindari politik uang. Dia memperkirakan total dana yang dikeluarkan tak lebih dari Rp 1 miliar.
Tjahjo mengatakan, setiap caleg pasti akan mengeluarkan dana. Hanya, dana ini tidak digunakan untuk politik uang, melainkan untuk atribut kampanye. Dia mengakui ada sekelompok orang yang menggerakkan untuk politik uang. "Ada yang memberikan dan ada yang tidak memberikan uang," kata dia. Dia menilai, memang ada yang mengijon wilayah tertentu dari calon anggota legislator tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar