Kamis, 12 Maret 2015

Dugaan "Damai" Soal UPS, Penyidik Diawasi Propram dan Itwasda

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Anto.
- Hingga kini, Polda Metro Jaya belum juga mengungkap nama tersangka dari kasus dugaan korupsi pengadaan alat uninterruptible power supply (UPS) di sekolah-sekolah di DKI Jakarta. Lamanya proses penyidikan itu memicu dugaan-dugaan adanya ajakan "damai" dari pihak-pihak tertentu.


Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul menepis hal tersebut. Kendati demikian, dia juga mengakui kemungkinan-kemungkinan tersebut juga dapat terjadi. Karena itu, penyidik yang menangani kasus UPS diawasi langsung oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda Metro Jaya.

"Bidpropram dan Itwasda supervisi pengawasan antisipasi penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik," ujar di Mapolda Metro Jaya, Kamis (12/3/2015).

Martinus menjelaskan, kepolisian memang membutuhkan waktu dalam menentukan tersangka dari kasus tersebut. Pasalnya, kasus UPS melibatkan banyak pihak sehingga banyak saksi pula yang harus diperiksa.

Polda Metro Jaya telah memulai penyelidikan kasus yang memakan biaya Rp 330 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2014 tersebut sejak 28 Januari 2015 lalu. Bahkan pada 6 Maret 2014, statusnya ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Sejauh ini, Polda Metro Jaya sudah memanggil 35 orang yang terdiri dari PPK dan PPHP dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, kepala sekolah, perusahaan pemenang tender, dan mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Namun, baru 21 orang yang memenuhi panggilan tersebut.

Saksi-saksi yang mangkir dari pemanggilan disebut-sebut sebagai hal yang memperlama proses penyidikan. Sebab, penyidik bisa mengetahui dokumen, aliran dana, dan siapa saja yang berkonspirasi dari pemeriksaan saksi-saksi tersebut.

Senin, 23 Februari 2015

Satu Langkah MA Bisa Menutup 'Dosa' Sarpin

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Anton.

-Sejumlah aktivis pemerhati hukum mendesak Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi atas putusan hakim PN Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi.

Dia mengabulkan gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Wakil Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Lembaga Peradilan, Asril, mengatakan kasasi bisa menilai kejanggalan putusan yang diketuk Sarpin. Hakim itu telah mengabulkan gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

"Mahkamah Agung harus berani dengan menerobos aturan hukum dan menerima kasasi yang diajukan KPK," kata Asril, di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Ahad, 22 Februari 2015. "Karena dari kasasi, itu bisa dinilai adanya kejanggalan dalam putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan."

Menurut Asril, memang putusan praperadilan sesuai Pasal 45 Undang-Undang Mahkamah Agung tidak bisa diajukan kasasi. Namun demi pemberantasan korupsi, kata dia, Mahkamah harus berani menerobos aturan dalam perundang-undangan itu untuk menghapus dosa Sarpin yang telah melampaui kewenangannya sebagai hakim dalam memutus perkara Budi Gunawan.

Asril mengatakan Mahkamah juga pernah menerima kasasi dari putusan praperadilan. Sebagai contoh, kata dia, pada awal tahun 2005. Saat itu, Markas Besar Kepolisian mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan praperadilan yang memenangkan PT Newmont Minahasa Raya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Permohonan kasasi itu diterima oleh Ketua PN Jakarta Selatan pada saat itu, Soedarto, dan diterusan ke Mahkamah Agung. Sebelumnya, hakim tunggal yang menanangani perkara itu, Johanes Binti mengabulkan sebagian gugatan praperadilan PT Newmont, antara lain isinya adalah menyatakan status tahanan kota dan wajib lapor terhadap enam orang petinggi Newmont tidak sah.

Artinya, kata Asril, tidak ada alasan bagi Mahkamah Agung untuk menolak kasasi yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Demi kepastian hukum ke depan, Mahkamah harus berani bertindak,"ujarnya.

Peneliti Indonesian Legal Rountable, Erwin Natosmal Oemar, mengatakan putusan kasasi sangat berpengaruh bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan rekening gendut yang menjerat Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Musababnya, kasasi bersifat judex juris, yaitu memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Terutama tafsir Sarpin yang menyatakan bahwa Budi Gunawan bukan pejabat negara," ujarnya. "Dan putusan Sarpin yang melanggar KUHAP."

Apalagi, kata dia, sepanjang tahun 2013 sampai saat ini, ada sebanyak 130-an materi praperadilan yang diajukan ke pengadilan negeri. Dan 80 persen di antaranya diterima dan dikabulkan Mahkamah Agung.

Kepala Bidang Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum, Muhammad Isnur mendesak Mahkamah Agung untuk tidak tinggal diam atas ulah yang dilakukan Sarpin. Menurut dia, cara terbaik bagi Mahkamah untuk menebus dosa Sarpin adalah dengan cara menerima dan mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan KPK. "Kalau ini didiamkan, akan ada Sarpin lain yang melakukan putusan di luar kewenangan."

Senin, 09 Februari 2015

3 'Pengkhianatan' Bertubi pada Abraham Samad

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Rangga.

-Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mungkin sedang sial. Dalam waktu yang berdekatan, Abraham Samad diserang oleh orang yang sebelumnya adalah kawan dekat dia, atau setidaknya kenal. 

Abraham mendapatkan semacam pengkhianatan, justru ketika dia sedang menjadi bintang, memimpin lembaga antirasuah Indonesia. Ini tiga "pengkhianatan" itu:


1. PDIP Mengungkap Pertemuan Politik

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan membeberkan pertemuan politik dengan Abraham Samad. Pada tahun lalu, hubungan partai ini dengan Samad cukup mesra. Ketua KPK ini juga sering diundang dalam acara resmi partai. Tapi sepertinya PDIP kini terus-menerus menyudutkan Samad.

Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, misalnya, mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat 4 Januari 2015. Ia datang guna menjelaskan laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan Samad.

Sebelumnya, Hasto juga menggelar konferensi pers untuk ihwal senada, yakni pertemuan politik sebanyak enam kali antara tokoh PDIP dengan Samad. Intinya, Hasto menuding Samad melakukkan lobi untuk menjadi calon presiden mendampingi Jokowi pada tahun lalu. Salah satunya di Apartemen The Capitol. Dalam pertemuan itu, kata Hasto, Abraham mengaku menawarkan janji membantu kader PDIP yang tengah terbelit kasus di KPK.

Menurut Hasto, keterangan yang ia beberkan bukan tanpa dasar. Ia mengaku memiliki sejumlah alat bukti yang membenarkan adanya pertemuan tersebut. Namun ia enggan menjelaskan bukti tersebut. "Ada mekanisme dalam hal penyampaian alat bukti. Saya tidak mungkin menyampaikan (tudingan terhadap Abraham) tanpa disertai bukti dan saksi," katanya.

2. Pelaporan oleh Feriyani Lim

Penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat sudah memeriksa delapan orang dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan Feriyani Lim (29 tahun). Mereka yang diperiksa terkait kasus Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad itu adalah Feriyani Lim sebagai tersangka dan 7 saksi lainnya. Di antaranya, pihak pelapor, pihak Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Makassar dan Imigrasi Makassar.

"Termasuk saksi ahli dari Direktorat Jenderal Imigrasi. Dua yang terakhir diambil keterangannya yakni saksi ahli dan tersangka di Jakarta, Selasa (3 Februari) lalu," kata juru bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Endi Sutendi. Tidak dirinci Endi mengenai identitas para saksi itu. Sejauh ini, baru satu saksi yang diketahui yakni Idris Husaini, Ketua RT 003/RW 005 Kelurahan Masale.

Pemeriksaan terhadap Feriyani berlangsung di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Toh, perempuan asal Pontianak ini telah melaporkan Abraham Samad, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara serupa di Mabes Polri, beberapa hari lalu. Feriyani sendiri sempat mangkir dari panggilan penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat di Makassar, 2 Februari lalu.

Endi mengatakan pihaknya memang mengirim tiga penyidik ke Jakarta untuk memeriksa perempuan yang dulunya dikabarkan dekat dengan Abraham Samad itu. "Feriyani diperiksa selama kurang lebih enam jam dengan 24 pertanyaan seputar keterkaitannya dalam proses pengurusan paspor di Makassar pada 2007," kata mantan Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Makassar ini.

3. Pengungkapan Foto oleh Zainal Tahir

Foto mesra lelaki yang diduga Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dengan perempuan bernama Feriyani Lim beredar. Ada banyak kisah dan misteri di balik beredarnya foto ini.

Seorang mantan aktivis Makassar, Tomi Lebang, menuliskan kisah persahabatan antara Abraham Samad dan Zainal Tahir, yang mengklaim sebagai penjepret foto itu. Tomy menuliskan cerita ini di Singapura pada Jumat, 6 Februari 2015, dan memuatnya di dinding akun Facebook-nya. Ini kesaksian Tomi Lebang :

Awal tahun 2014, di sebuah acara pesta pernikahan di Sungguminasa, Zainal yang sedang mencalonkan diri sebagai caleg partai, ditampik Abraham di depan umum. Saat Ketua KPK, Abraham datang, semua orang menyambutnya sebagai bintang. Melihat Zainal mendekat, Abraham kembali menampik. "Jauh-jauh ko kau bos. Kau caleg. Tidak enak dilihat orang," kata Abraham, seperti diceritakan Zainal.

Kata Zainal,"Saya kecewa sekali. Saya ditampik di depan orang banyak, tokoh-tokoh masyarakat di Gowa yang saya kenal dan tahu persahabatan saya dengan Abraham."

Rabu, 17 September 2014

Penipu Keruk Rp 12 Miliar dari Dua Perusahan AS

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Anto.

-Sindikat penipuan internasional lewat surat elektronik atau e-mail fraud telah menipu dua perusahaan asal Amerika Serikat, Delavan SG Pumps Inc dan McNeilus Companies Inc, senilai Rp 12,6 miliar. Sindikat mengambil uang pembayaran dari kedua perusahaan yang seharusnya dikirimkan ke perusahaan penyuplai alat berat asal Tiongkok, Yantai Newstar Aero Hydraulics.

"Kami berkoordinasi dengan Interpol meminta bantuan negara lain dalam melakukan penangkapan. Soalnya kami sudah mengetahui identitasnya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Kamil Razak di Badan Reserse Kriminal Polri, Jumat, 12 September 2014.

Bareskrim Polri masih mengejar satu tersangka dari sindikat tersebut yang adalah warga negara Nigeria. Polri sendiri sebelumnya sudah menangkap tujuh tersangka lainnya, yaitu Kevin Kamara, Papon, dan lima warga negara Indonesia berinisial IM, RA, WL, SP, dan MHC "Saat ini mereka sedang menjalani masa hukuman," ujar Kamil.

Modus penipuan, menurut Kamil, sindikat memantau percakapan bisnis antara Yantai dengan Delavan dan McNeilus melalui jaringan Internet selama dua bulan. Sindikat kemudian mengirimkan e-mail palsu ke dua perusahaan Amerika tersebut saat adanya kesepakatan pembayaran dengan Yantai.

"Mereka mengatakan kepada dua perusahaan di AS itu bahwa perusahaan Tiongkok sedang diaudit. Mereka lalu mengirimkan e-mail newstar@xxxxxxx.co.," kata Kamil.

Setelah itu, sindikat meminta kedua perusahaan tersebut mengirimkan uang ke rekening Bank Mandiri dengan nama PT Kandreva. Delavan menyetorkan uang sebesar Rp 2,3 miliar, sedangkan McNeilus memberikan duit sekitar Rp 10,3 miliar. Seluruh uang tersebut langsung ditarik secara tunai dan dibelanjakan. 

Menurut Kepala Unit Cyber Crime Direktorat Tipideksus Ajun Komisaris Besar Heru Sulistio, Polri belum mengetahui berapa kali sindikat tersebut mencantumkan e-mail fiktif setiap Delavan dan McNeilus akan menyetorkan uang. "Belum ada bukti digital. Mereka harus berikan data kepada kami."

Minggu, 31 Agustus 2014

Polri Cek Kebenaran Perwira Polisi Bawa Narkoba

JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Anto.

- Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Ronny F. Sompie belum bisa memastikan kebenaran kabar perwira polisi pembawa narkoba yang ditangkap oleh Polisi Diraja Malaysia.

Ronny mengatakan sedang mengecek informasi tersebut ke Kepolisian Daerah Kalimantan Barat. "Saya masih menunggu informasi dari Kabidhumas Polda Kalbar tentang hal tersebut," kata Ronny melalui pesan pendek, Ahad, 31 Agustus 2014.

Polisi Diraja Malaysia menangkap dua anggota Kepolisian Republik Indonesia di Bandara Kuching, Sabtu, 30 Agustus 2014. Mereka adalah Ajun Komisaris Besar Idha Endi Prasetyono dan Brigadir Harahap. Ikut bersama mereka, barang bukti narkotika seberat 6 kilogram. 

Mengikuti perundangan di Malaysia, Idha dan Harahap terancam hukuman mati. Menurut Pasal 39 B Undang-Undang Antinarkotika Malaysia, para pembawa narkoba ini diancam hukuman gantung sampai mati.

Sumber di Polda Kalimantan Barat menuturkan Idha dan Harahap tidak memiliki izin melakukan perjalanan ke luar negeri. Sebelum di-nonjob-kan karena masalah ini, Idha menjabat Kepala Subdirektorat Narkoba Polda Kalimantan Barat. Adapun Harahap merupakan penyidik di direktorat yang sama.

Sumber ini mengatakan penangkapan keduanya berawal dari tertangkapnya rekan mereka di Bandara Kuala Lumpur. Keterangan ini menunjuk keterlibatan Idha dan Harahap.

Menurut sumber tersebut, Wakil Kepala Polda Kalimantan Barat Komisaris Besar Hasanuddin saat ini sudah terbang ke Malaysia untuk menindaklanjuti temuan ini.

Rabu, 02 Juli 2014

Cawapres Hatta Diincar di Kasus Korupsi Kereta

JAKARTA,TRIBUNEOMPAS.
By: Anto.

- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Zulkarnain, mengatakan bahwa KPK masih mengusut kasus korupsi pengadaan kereta rel listrik hibah dari Jepang.

Kasus ini diduga melibatkan mantan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa, yang kini maju sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Prabowo Subianto. Dalam kasus ini Hatta masih sebagai saksi. Tapi, "Saat ini KPK belum menyatakan berhenti mengusut kasus tersebut," ujarnya Selasa 1 Juli 2014.

KPK, kata Zulkarnain, masih melakukan penyelidikan atas kasus tersebut. Bahkan KPK hingga kini belum menyimpulkan kasus tersebut tak bisa dikembangkan. "Sejumlah orang terkait masih berstatus sebagai saksi, termasuk orang yang Anda tanyakan (Hatta Rajasa)," kata dia.

KPK telah memeriksa Hatta sebagai saksi sewaktu menjabat Menteri Perhubungan periode 2004-2007. Kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 16 miliar. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Soemino Eko Saputro dengan hukuman penjara 3 tahun pada 2011.

Tuntutan agar KPK memeriksa kembali keterlibatan Hatta dalam kasus kereta hibah itu disuarakan massa Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI) yang menggelas aksi di KPK pekan lalu. Koordinator aksi, Alfin, menyebut keterlibatan Hatta dalam kasus korupsi kereta bekas itu sangat jelas. Sebab, dalam persidangan terdakwa Soemino beberapa waktu lalu, Hatta disebut terlibat, "Tapi sampai sekarang kasus tidak berlanjut," katanya.

Ketika dikonfirmasi ihwal tudingan ini, Hatta Rajasa menolak memberi penjelasan. "Sudahlah," kata dia saat menghadiri acara kebangsaan Tionghoa Indonesia di sebuah restoran di Ancol, Jakarta, Selasa.

Senin, 23 Juni 2014

Jaksa Urip Jadi Konsultan Hukum

BANDUNG, TRIBUNEKOMPAS.
By: Tony.

-Masih ingatkah Anda dengan jaksa Urip Tri Gunawan? Urip adalah mantan jaksa Kejaksaan Agung terpidana 20 tahun penjara dalam kasus suap dan pemerasan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia miliaran rupiah.

Divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada September 2008 lalu, kini pria 48 tahun ini mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung, tepatnya di kamar nomor 29 di Blok Barat Atas penjara.

"Saya masuk penjara sejak ditangkap KPK pada Mei 2008 lalu. Pada Januari 2013, saya dipndahkan dari penjara Cipinang ke Sukamiskin," ujar Urip Sabtu, 21 Juni 2014.

Urip mengaku masih tetap menjalankan keahliannya dalam bidang hukum. Dia menuturkan dirinya sesekali memberikan konsultasi hukum kepada sesama narapidana. Terutama, kata dia, para napi yang baru divonis hakim dan baru masuk Sukamiskin. Para warga baru ini tak jarang curhat dan memprotes putusan hakim sambil marah-marah.

"Tapi, setelah kami bahas, saya tunjukkan letak kesalahan dan posisi dia di mana, apa yang masih bisa dilakukan. Habis itu biasanya mereka bisa lebih menerima. Ya, sepanjang bisa bantu, saya bantu konsultasi," katanya.

Di Sukamiskin, Urip mengaku dirinya termasuk napi yang sangat jarang dibesuk keluarga. Pasalnya, istri dan tiga anaknya kini tinggal di Madura, di rumah orang tua sang istri, Rita Damayanti. Mereka, kata dia, baru bisa besuk ke Sukamiskin kalau anak-anak sedang libur sekolah atau saat Natal.

Tiga anak Urip adalah Rachel Ayuning Rita Gunawan kelas 5 sekolah dasar, Satrio Adi Gunawan kelas 3 SD, dan Cipta Sakti Dharma Gunawan sekolah di taman kanak-kanak.

"Anak-anak tahu saya di sini, di penjara. Mereka anak-anak yang kuat. Cuma kalau besuk yang selalu mereka tanyakan itu kapan saya pulang ke mereka," ujarnya dengan mata menerawang.

Karena jarang mendapat besuk pula, Urip mengaku jarang menyantap makanan dari luar penjara kiriman keluarga. "Tiap hari saya andalkan cadong saja (jatah makanan dari penjara), tidak ada masalah," ujarnya. "Syukur saya ini jarang sakit. Kalaupun sakit, ya, yang ringan-ringan saja, yang bisa sembuh dengan obat warung."