JAKARTA, TRIBUNEKOMPAS.
By: Bayu.
- Pejabat Bea Cukai, Heru SUlastyono ini hanya melaporkan hartanya sekitar Rp 1,2 miliar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dibuat pada 22 Juni 2011, Heru menyebutkan jumlah kekayaannya hanya Rp 1.278.106.877 dan US$ 20 ribu.
Harta tersebut terdiri atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp 389.236.000. Dia juga memiliki tiga mobil, yakni Nissan Terrano, Toyota Kijang Innova, dan Toyota Kijang tahun 1999. Seluruh mobil tersebut ditaksir berharga Rp 475 juta. Adapun harta bergerak lainnya berupa logam mulia dan lain-lain senilai Rp 350 juta, giro setara kas Rp 63.870.877, dan uang dolar Amerika sebesar US$ 20 ribu.
Jumlah harta tersebut amat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah uang yang mengendap di rekeningnya. Menurut sumber Tribunekompas, sepanjang 2009-2012, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat aliran ke sejumlah rekening Heru mencapai Rp 60 miliar. Kepolisian menemukan pula, Heru diduga menerima suap dari pengusaha Yusran Arif sebesar Rp 11,4 miliar dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan sepanjang 2011-2012. Selain uang, Yusran memberikan dua mobil, yaitu Nissan Terrano dan Ford Everest.
Direktur Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, menyatakan Heru termasuk pandai menyimpan uang hasil korupsi. Kepolisian membutuhkan waktu hampir satu tahun untuk menyelidiki dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Sub-Direktorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea Cukai tersebut.
Diduga sudah lama terima suap
Heru diduga sudah lama menerima suap. Kepala Sub-Direktorat Money Laundering Polri Komisaris Besar Agung Setya mengatakan banyak transaksi mencurigakan ketika polisi menilik rekam jejak rekening pria beristri dua itu. ”Dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), banyak transaksi mencurigakan sejak 2005 hingga sekarang,” katanya, Rabu 30 Oktober 2013.
Tidak semua transaksi itu ditelisik oleh aparat. Mabes Polri baru mengusut yang tersangkut kasus suap Rp 11,4 miliar dari Komisaris PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif, dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan pada 2011-2012. Adapun nilai transaksi mencurigakan di rekening Heru beragam, mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Polisi menduga, pencucian uang melibatkan istri kedua tersangka, yaitu Widya Wati. Dia dikatakan berperan menyediakan rekening untuk menyalurkan dan menerima suap. “Dia membeli polis asuransi, dicairkan, lalu hasilnya mengalir lagi ke rekening Widya,” kata Arief.
Selasa lalu, polisi mencokok Heru di rumahnya di Perumahan Alam Sutera, Serpong, Banten. Dia diduga menerima suap dari Yusran Arif dalam bentuk polis asuransi dengan total nilai mencapai Rp 11,4 miliar. Diduga, Heru membantu Yusran menghindari pajak dengan membentuk perusahaan boneka.
Ahli hukum tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, menyatakan Heru bisa dijerat hukuman pidana berlapis. Selain korupsi, Heru bisa dijerat pula dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 yang mengatur tentang pelanggaran administrasi kepabeana juga bisa diterapkan dalam kasus ini.
By: Bayu.
- Pejabat Bea Cukai, Heru SUlastyono ini hanya melaporkan hartanya sekitar Rp 1,2 miliar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dibuat pada 22 Juni 2011, Heru menyebutkan jumlah kekayaannya hanya Rp 1.278.106.877 dan US$ 20 ribu.
Harta tersebut terdiri atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan di Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp 389.236.000. Dia juga memiliki tiga mobil, yakni Nissan Terrano, Toyota Kijang Innova, dan Toyota Kijang tahun 1999. Seluruh mobil tersebut ditaksir berharga Rp 475 juta. Adapun harta bergerak lainnya berupa logam mulia dan lain-lain senilai Rp 350 juta, giro setara kas Rp 63.870.877, dan uang dolar Amerika sebesar US$ 20 ribu.
Jumlah harta tersebut amat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah uang yang mengendap di rekeningnya. Menurut sumber Tribunekompas, sepanjang 2009-2012, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat aliran ke sejumlah rekening Heru mencapai Rp 60 miliar. Kepolisian menemukan pula, Heru diduga menerima suap dari pengusaha Yusran Arif sebesar Rp 11,4 miliar dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan sepanjang 2011-2012. Selain uang, Yusran memberikan dua mobil, yaitu Nissan Terrano dan Ford Everest.
Direktur Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, menyatakan Heru termasuk pandai menyimpan uang hasil korupsi. Kepolisian membutuhkan waktu hampir satu tahun untuk menyelidiki dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Sub-Direktorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea Cukai tersebut.
Diduga sudah lama terima suap
Heru diduga sudah lama menerima suap. Kepala Sub-Direktorat Money Laundering Polri Komisaris Besar Agung Setya mengatakan banyak transaksi mencurigakan ketika polisi menilik rekam jejak rekening pria beristri dua itu. ”Dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), banyak transaksi mencurigakan sejak 2005 hingga sekarang,” katanya, Rabu 30 Oktober 2013.
Tidak semua transaksi itu ditelisik oleh aparat. Mabes Polri baru mengusut yang tersangkut kasus suap Rp 11,4 miliar dari Komisaris PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif, dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan pada 2011-2012. Adapun nilai transaksi mencurigakan di rekening Heru beragam, mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Polisi menduga, pencucian uang melibatkan istri kedua tersangka, yaitu Widya Wati. Dia dikatakan berperan menyediakan rekening untuk menyalurkan dan menerima suap. “Dia membeli polis asuransi, dicairkan, lalu hasilnya mengalir lagi ke rekening Widya,” kata Arief.
Selasa lalu, polisi mencokok Heru di rumahnya di Perumahan Alam Sutera, Serpong, Banten. Dia diduga menerima suap dari Yusran Arif dalam bentuk polis asuransi dengan total nilai mencapai Rp 11,4 miliar. Diduga, Heru membantu Yusran menghindari pajak dengan membentuk perusahaan boneka.
Ahli hukum tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, menyatakan Heru bisa dijerat hukuman pidana berlapis. Selain korupsi, Heru bisa dijerat pula dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 yang mengatur tentang pelanggaran administrasi kepabeana juga bisa diterapkan dalam kasus ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar