
JAKARTA, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Bambang.R.
- Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pertama kalinya memeriksa Wali Kota Semarang Soemarmo sebagai tersangka dalam kasus suap kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang, hari ini, Selasa, 27 Maret 2012. "Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha.
Soemarmo dijadwalkan diperiksa pukul 09.00 WIB, namun sampai saat ini belum mendatangi kantor KPK. Diperoleh informasi, pengacara Soemarmo telah berada di kantor KPK dan sekarang bertemu dengan penyidik KPK.
Soemarmo ditetapkan sebagai tersangka suap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2012 pada Jumat lalu, 16 Maret 2012. Dia disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dia pun dicegah ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal Imigrasi pada 19 Maret lalu atas permintaan KPK.
Penetapan Soemarmo menjadi tersangka, menurut juru bicara KPK, Johan Budi S.P., merupakan pengembangan dari kasus suap APBD dengan terdakwa Sekretaris Daerah Kota Semarang Akhmat Zaenuri serta dua anggota DPRD Semarang, Agung Purna Sarjono dan Sumartono.
Kasus suap ini terbongkar setelah KPK menangkap Zaenuri bersama kedua anggota Dewan tersebut pada 24 November 2011 lalu di depan kantor DPRD Semarang, bersama uang dugaan suap Rp 40 juta. Uang itu tersimpan dalam puluhan amplop dengan jumlah bervariasi antara Rp 1,7 juta sampai Rp 4 juta. KPK menduga kuat uang itu untuk memuluskan pembahasan program Tambahan Penghasilan Pegawai pada APBD 2012 senilai Rp 100 miliar.
Jaksa penuntut dalam dakwaannya menduga kuat Zaenuri bersama-sama dengan Wali Kota Semarang Soemarmo telah menyuap para anggota DPRD Semarang. Suap itu untuk memperlancar pembahasan rancangan APBD 2012.
Jaksa membeberkan beberapa bukti keterlibatan Soemarmo, antara lain pernah melakukan pertemuan dengan legislator Agung Purno Sarjono untuk memperlancar pembahasan rancangan APBD 2012. Kala itu, Agung meminta disediakan uang sebesar Rp 10 miliar.
Permintaan tersebut direspons Soemarmo dengan menggelar rapat pada 31 Oktober 2011, yang dihadiri beberapa pemimpin Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Soemarmo lalu menyampaikan ihwal permintaan anggota Dewan tersebut agar dikoordinasi oleh Zaenuri. Atas perintah dari Soemarmo, Zaenuri menggelar rapat lanjutan dengan seluruh pemimpin SKPD. Untuk mendapatkan dana Rp 10 miliar, disepakati agar diformulasikan ke seluruh SKPD dengan mengenakan beban potongan anggaran antara 1,3-2 persen. Namun dana yang diperoleh dari formulasi itu hanya Rp 4 miliar.
Pada 4 November, Soemarmo kembali menggelar pertemuan dengan anak buahnya di Hotel Novotel, Semarang, dihadiri juga anggota Dewan. Terjadi tawar-menawar ihwal besaran fulus yang akan diberikan ke Dewan. Akhirnya disepakati fulus untuk anggota Dewan sebesar Rp 4 miliar diserahkan secara bertahap.
Zaenuri, pada 10 November 2011 lalu, kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 304 juta kepada beberapa anggota DPRD, di antaranya Agung Purno Sarjono dari Partai Amanat Nasional, Sumartono dari Partai Demokrat, Agung Priyambodo dari Partai Golkar, dan Suhariyanto dari Partai Gerindra. Zaenuri kembali menyerahkan uang sebesar Rp 40 juta kepada dua anggota Dewan, Agung Purno Sarjono dan Sumartono, pada 24 November 2011. Tidak lama setelah pemberian uang ini, ketiganya ditangkap oleh KPK.
Uang Rp 40 juta dalam amplop itu disertai catatan Zaenuri berisi rincian pembagian uang kepada 22 anggota Badan Anggaran DPRD Semarang. Setiap anggota Dewan mendapat bagian Rp 1,5 juta. Adapun nama itu di antaranya Rukiyanto, Sriyono, Pilus. Didik, Supriyadi, Yanuar, Rudi N., Sumartono, Agung, Wiwin, Zulkarnaini, Wakhid, Junaidi, Hani. Ahmadi, Novri, Kholison, Hastoro, Agung Priyambodo, dan Fajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar