Sabtu, 15 Oktober 2011

3 Proyek Kemdiknas Ngadat Rugikan Negara 55,9 Miliar

JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Tommy.


- Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya pengerjaan proyek yang tidak terselesaikan di tiga satuan kerja Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang berpotensi merugikan negara Rp 55,91 miliar.

Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I 2011 mengungkapkan Kemen­terian yang dikomandoi M Nuh itu memiliki anggaran untuk belanja modal tahun 2010 sebesar Rp 5,53 triliun yang mencakup 378 satuan kerja (satker). Hasil pemeriksaan secara uji petik pada satker di lingkungan Kemdiknas menunjukkan tiga masalah besar.

Pertama, pembangunan ge­dung kuliah utama Fakultas Tek­nik Universitas Diponegoro Fa­kultas Teknik (FT Undip). Awal­nya Undip melakukan belanja mo­dal berupa pekerjaan pem­bangunan Gedung Kuliah Utama (GKU). Pelaksanaan pekerjaan dilakukan sesuai kontrak kerja pemborongan antara FT Undip dan PT Teduh Karya Utama (PT TKU) senilai Rp 13,19 miliar. Proyek ini mulai dilaksanakan PT TKU pada 10 Juni 2010, dan harus selesai pada tanggal 21 Desember 2010.

Dari hasil audit diketahui, pembayaran pekerjaan sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 baru sebesar Rp 7,3 miliar atau 50 persennya, sedangkan pelaksanaan fisik pekerjaan baru sebesar Rp 6,2 miliar atau 47 persennya. “Dari laporan realisasi fisik di atas, terlihat PT TKU belum menyelesaikan pekerjaan pembangunan GKU FT Undip. Bahkan sampai dengan berakhir­nya pemeriksaan, pekerjaan terse­but belum juga diselesai­kan,” kata Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif, di Jakarta, kemarin.

Bahtiar menjelaskan, dari eva­luasi dokumen pelaksanaan pe­kerjaan diketahui PPK Undip te­lah melakukan pemutusan kon­trak pekerjaan melalui suratnya kepada Direktur PT TKU pada 23 Desember 2010. Dalam surat tersebut, PPK FT Undip menya­takan melakukan pemutusan kontrak secara sepihak sesuai perjanjian kontrak no. 4851/H7.3.3/LL/2010 pasal 17 ayat (4) butir c bagian pemberhentian pekerjaan.

Pemutusan kontrak dilakukan karena berdasarkan laporan kon­sultan pengawas, prestasi kerja PT TKU sampai tanggal 21 De­sember 2010 baru mencapai 47,25 persen dengan perkem­bangan pekerjaan 1,6 persen per minggu.

“Terhadap pemutusan kontrak tersebut, PPK FT Undip telah mengundang Direktur PT TKU untuk melaksanakan pemerik­saan pekerjaan dan penanda­tang­an BAST serta pembayaran pres­tasi kerja pada tanggal 27 De­sember 2010, namun PT TKU ti­dak menghadiri undangan terse­but. Terhadap pemutusan kontrak tersebut, PT TKU mengajukan gugatan kepada PPK FT Undip me­lalui Pengadilan Negeri (PN) Semarang tanggal 28 Desember 2010,” jelasnya.

Pemutusan kontrak, kata Bah­tiar, dilakukan sesudah PPK FT Undip memberikan Peringatan ke III kepada Direktur PT TKU melalui surat tanggal 29 Novem­ber 2010 yang isinya meng­ingatkan kepada PT TKU untuk segera menyelesaikan pekerjaan pembangunan sebelum 21 De­sember 2010.

Terhadap peringatan ini, PT TKU meminta perpanjangan wak­tu sampai tanggal 15 Februari 2011. Direktur Utama PT TKU pun mengirimkan surat kepada PPK FT Undip yang menjelaskan alasan keterlambatan. Terhadap pemutusan kontrak tersebut, PPK FT Undip telah mencairkan dana se­besar Rp 2,8 miliar untuk me­lunasi sisa prestasi kerja PT TKU yang belum dibayar.

Untuk perhitungan hak dan kewajiban PPK FT Undip dengan PT TKU, PPK FT Undip telah mengajukan permohonan pencai­ran jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka kepada BPD Jatim sebesar Rp 659 juta, dan jaminan uang muka sebesar Rp 2,1 miliar. “Tapi sampai tanggal 7 Fe­bruari 2011, PPK FT Undip be­lum menerima pencairan jami­nan pe­laksanaan dan jaminan uang mu­ka dari BPD Jatim,” je­lasnya.

Alat Praktik Otomotif 35,6 M Belum Dimanfaatkan

Kasus kedua yaitu mengenai pengadaan untuk pembelajaran perakitan alat praktik otomotif paket 3 sebesar Rp 35,6 miliar yang belum dapat dimanfaatkan, dan senilai Rp 33,6 miliar yang berpotensi tidak terselesaikan.

Dalam DIPA Direktorat Pem­binaan PSMK TA 2010 telah di­anggarkan belanja bantuan lang­sung (block grant) untuk bantuan pembelajaran kewirausahaan perakitan/alat praktek otomotif sebesar Rp 69,3 miliar dari dana APBN-P. Dana tersebut telah direalisasikan seluruhnya untuk bantuan pembelajaran asembly line dan tools perakitan engine/body kendaraan roda empat sebe­sar Rp 35,6 miliar untuk 23 se­kolah menengah kejuruan (SMK).

Hanya saja meskipun pemba­yaran telah dilakukan, kewajiban 23 SMK penerima bantuan untuk membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan bantuan kepada Direktorat PSMK belum disampaikan seluruhnya.

Berdasarkan pemeriksaan ter­ha­dap rekapitulasi pemakaian ban­tuan, sebagian dana bantuan telah digunakan untuk pemba­yaran uang pemesanan peralatan assembly line perakitan otomotif senilai Rp 5,5 miliar. Dengan de­mikian, sisa dana pada 23 SMK sebesar Rp 30,1 miliar.

“Pengujian secara uji petik kepada penerima Bansos/SMKN 4 Jakarta menunjukkan bantuan telah diterima dalam rekening a.n. SMKN 4 dengan sisa per 11 April 2011 senilai Rp 2,1 miliar. Se­lain itu terhadap penyimpanan da­na pada rekening tersebut diperoleh jasa giro senilai Rp 25 juta dan telah disetorkan ke kas ne­gara senilai Rp 20,1 juta dan si­sa sebesar Rp 5 juta,” kata Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif.

Selanjutnya, untuk bantuan perakitan alat praktik otomotif dalam bentuk komponen engine yang dilakukan PT Autocar In­dus­tri Komponen (AIK), berda­sarkan kontrak pelaksanaan pe­kerjaan pada 7 Oktober 2010 se­nilai Rp 33,6 miliar. Pengadaan di­lakukan dengan pelelangan umum yang dibiayai dari dana APBN-P dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 84 hari terhitung dari 7 Oktober-29 Desember 2010.

Ruang lingkup pekerjaan se­suai kontrak adalah untuk penga­daan komponen dan bagian kom­ponen engine sebanyak 1000 set, melaksanakan pelatihan peraki­tan kepada 20 orang guru dari 5 SMK perakit yaitu SMKN 4 Jakarta, SMKN 1 Bekasi, SMK Warga, SMK Muh.

Borobudur 2, dan SMK Singo­sari, melaksanakan pengiriman dan serah terima pekerjaan de­ngan 5 SMK perakit, melaksana­kan serah terima pekerjaan de­ngan pihak pertama setelah pe­ker­jaan selesai seluruhnya dibuk­tikan dengan BAST, serta melak­sanakan pembimbingan perakitan seluruh unit engine yang diada­kan kepada 5 SMK perakit sesuai kesiapan di SMK perakit.

Untuk itu, PT AIK telah mem­peroleh pembayaran uang muka sebesar Rp 6,7 miliar. Kemudian, pada 28 Desember 2010, PT AIK memperoleh pembayaran lagi senilai Rp 26,9 miliar.

Pada saat pembayaran tersebut, pekerjaan baru mencapai 40 persen. Karena pekerjaan belum selesai 100 persen, maka PT AIK pun menyerahkan jaminan bank senilai Rp 21,86 miliar yang berlaku 15 Desember 2010 - 15 Februari 2011.

“Tapi sampai dengan pemerik­saan tanggal 11 April 2011, PT AIK belum dapat menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Progres pekerjaan sampai dengan akhir Maret 2011 baru mencapai 47 persen. Terhadap keterlambatan ini, PT AIK mengajukan surat kepada PPK tanggal 25 Maret 2011 untuk meminta perpanja­ng­an masa pelaksanaan pekerjaan se­lama 60 hari, dan bersedia dike­nakan denda keterlambatan,” papar­nya.

Jasa Kon­sul­tasi School Bu­siness Plan Juga Disorot


Kemudian temuan terakhir, yakni mengenai dana Jasa kon­sul­tansi pelaksanaan School Bu­siness Plan oleh PT Multi Area Conindo yang tidak dilaksanakan sesuai kontrak perjanjian.

Dijelaskan Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif, Direktorat Pembi­naan SMK telah melak­sanakan penga­daan penyediaan tenaga (personel)/jasa konsul­tansi pelak­sanaan School Busi­ness Plan (SBP) yang dibiayai dari dana Ban­tuan Pinjaman Luar Negeri. Anggaran yang dise­dia­kan dalam DIPA TA 2010 adalah Rp 10,3 miliar.

Jasa konsultasi SBP tersebut ber­bentuk kegiatan Indonesia Vacation Strengthening (INVEST)­ yang dilaksanakan PT Multi Area Co­nindo (MACON) senilai Rp 9 mi­liar. Kontrak di­buat berdasar­kan surat penetapan panitia lelang No. 3193/C5.3/ TU/2009 tanggal 14 Sep­tember 2009, serta surat per­setujuan ADB tanggal 30 Oktober 2009 tentang persetujuan sub­mission. Jangka waktu pe­nye­le­saian peker­jaan selama 40 bulan terhitung sejak 25 Januari 2010- 24 Mei 2013.

Pekerjaan yang harus disele­saikan pada tahun 2010 adalah Inseption Report, Laporan Tri­wulan I dan Triwulan II. Progres kegiatan untuk tahun 2010 ter­sebut sesuai kontrak yang telah di­tetapkan dalam jadwal kerja se­besar 21 persen dengan pem­ba­yaran ditetapkan dalam kon­trak senilai Rp 1,9 miliar.

“Realisasi pembayaran yang telah dilakukan selama tahun 2010 senilai Rp 2,7 miliar, terdiri dari pembayaran uang muka se­besar Rp 1,8 miliar berdasarkan SP3 No. 859359 C/140/100 tang­gal 10 Juni 2010 dan pihak kedua telah memberikan jaminan uang se­besar Rp 1,8 miliar dengan ma­sa jaminan sampai dengan tang­gal 16 Februari 2010. Kemu­dian pem­bayaran setelah insep­tion report (10 persen dari nilai kon­trak) senilai Rp 908 juta,” ung­kapnya.

Dari dokumen yang sudah di­sampaikan oleh PT Macon dike­ta­hui, laporan pendahuluan yang seharusnya sudah selesai 1 Maret 2010 baru disampaikan oleh PT Macon tanggal 10 Juni 2010.

Dengan demikian, PT Macon terlambat menyampaikan laporan pendahuluan selama 4 bulan. Keterlambatan ini telah dilaku­kan peneguran dengan surat pe­ri­ngatan I pada 24 Mei 2010 dan su­rat peringatan II pada 13 Juli 2010.

Sehubungan dengan hal terse­but pada tanggal 10 Pebruari 2011, PT Macon menyampaikan annual report beserta laporan tri­wulanan I, II dan III secara ber­samaan yang tidak dapat disetujui karena isi laporan tidak sesuai dengan kontrak.

“Oleh karena itu PT Macon dinilai telah melakukan penging­karan kontrak sebagaimana dite­tapkan dalam kontrak No.022b/C5.3/Kep/KP/2010 tanggal 25 Januari 2010,” jelasnya.

Bahtiar mengungkapkan, keti­ga permasalahan ini telah me­langgar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perben­da­haran Negara, Keppres No. 42 ta­hun 2002 tentang Anggaran Pen­dapatan dan Belanja Negara, dan ketiga Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Peng­a­daan Barang/Jasa Pemerintah.

“Pekerjaan yang tidak selesai tersebut mengakibatkan belanja negara senilai Rp 55,9 miliar ber­potensi terjadinya indikasi keru­gian keuangan negara, tidak da­pat dimanfaatkan dan berpo­tensi menimbulkan sengketa di masa yang akan datang,” tegas­nya.

Dihubungi terpisah, Bekas Hu­mas Kemendiknas, Muhajir be­lum bisa memberikan ketera­ng­an. Pasalnya dirinya masih me­nunggu penjelasan dari Staf Khusus Mendiknas Bidang Infor­masi dan Media, Sukemi.

Sukemi, mengi­rim­kan pesan singkat dan me­min­ta agar Rakyat Merdeka menghubungi Inspek­to­rat Jendral Kemendiknas, Mus­limar. “Mas langsung ke pak Irjen saja ya. Ka­rena dia yang tahu per­masalahan­nya,” ungkap Sukemi.

Irjen Ke­men­diknas, Muslimar belum bisa mem­be­rikan kete­ra­ngan. “Saya sudah di jalan pu­lang. Saya tidak bisa menjawab persisnya. Bagai­mana ka­lau Senin,” tawar Musli­mar.

Seminggu Lagi Dapat Auditnya

Raihan Iskandar, Anggota Komisi X DPR


Komisi X DPR belum meneri­ma temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I tahun 2011 terkait pengadaan barang/jasa di tiga Satuan Kerja satker Kemendiknas.

“Kalau sudah kami terima, pasti akan ditanyakan dalam rapat bersama Kemendiknas,” kata Anggota Komisi X DPR, Raihan Iskandar, kemarin.

Anggota Fraksi PKS ini me­ng­akui, kalau selama ini Ko­misi X DPR selalu berusaha men­dorong mitra-mitranya untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan laporan keuangannya.

Hal itu dilakukan untuk mem­­perkecil kemungkinan terjadi­nya penyalahgunaan anggaran kementerian/lem­baga.

Anggota Badan Musyawarah DPR ini mengungkapkan, saat ini IHPS I 2011 yang dilapor­kan BPK ke DPR masih berada di Badan Akuntabilitas Keua­ng­an Negara (BAKN) DPR. Se­bab mekanismenya, setelah me­nyerahkan ke Pimpinan DPR, hasil audit BPK diserah­kan ke BAKN untuk dilakukan kajian. Setelah itu BAKN ke­mu­dian akan menentukan prio­ritas pembahasan, untuk kemu­dian diserahkan kepada setiap Komisi untuk dipelajari dan dilakukan pembahasan bersa­ma instansi terkait.

“Mungkin sekitar seminggu lagi kami akan mendapat hasil audit tersebut. Sambil kami pelajari, kita juga akan menga­tur waktu rapat dengan Kemen­diknas, dan slah satunya pasti mempertanyakan temuan ini,” tukasnya.

Pantas Ditindaklanjuti

Uchok Khadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA


Forum Indonesia untuk Trans­­ paransi Anggaran (FITRA) meminta BPK mela­porkan hasil temuannya di Kemendiknas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena terdapat indikasi kerugian negara.

“Biar KPK mempelajarinya, supaya kalau terbukti bisa diambil tindakan. Selama ini hasil audit BPK jarang yang ditindaklanjuti secara serius, padahal sudah ada indikasi kerugian negara,” kata Koor­dinator Investigasi dan Advo­kasi FITRA, Uchok Khadafi, kemarin.

Diungkapkan, selama ini kebanyakan hasil audit BPK cuma ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan terhadap laporan keuangan, atau dengan memberikan sanksi admi­nis­trasi. Padahal dalam menen­tu­kan sebuah temuan, BPK telah menggunakan metode peneli­tian yang dapat dibuktikan se­cara ilmiah.

“Artinya BPK tidak semba­ra­ngan untuk menyebutkan ada­nya kerugian negara. Kalau me­mang hasil audit BPK me­nyatakan hal tersebut, maka pantas untuk ditindaklanjuti secara serius,” ujarnya.

Selain itu FITRA juga me­minta kepada Badan Akun­tabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR untuk memasti­kan agar setiap Komisi mempe­la­jari, dan menindaklanjuti Ikhti­sar Hasil Penelitian Se­mes­ter I 2011 (IHPS I 2011) yang disampaikan BPK kepada DPR beberapa waktu lalu.

Menurutnya, untuk memas­tikan agar seluruh kementerian dan lembaga menindaklanjuti hasil temuan BPK secara serius adalah dengan membahasnya dalam rapat bersama DPR.

“Rapat itu kan sifatnya terbu­ka. Jadi para wartawan bisa ta­hu, dan menyampaikan kepa­da publik jika ada ketidak­be­re­san terhadap laporan keuangan se­buah lembaga. Biar masya­rakat juga ikut mengawasi,” tuturnya.

Lebih lanjut Uchok berharap agar hasil audit BPK dijadikan salah satu bahan penilaian UKP4. Alasannya, melalui la­poran keuangan tidak hanya bisa menilai bagaimana kinerja sebuah instansi, tetapi juga sejauhmana keberanian kemen­terian/lembaga untuk menja­min transparansinya.

“Melalui rencana kerja ang­garan yang diajukkan ke DPR saja kita sudah bisa mengetahui banyak hal, seperti adanya ke­mungkinan pemborosan ang­garan, double budget, atapun po­tensi penyelewengan ang­garan,” cetus Uchok.

Untuk mewujudkan hal ter­se­but, lanjut Uchok, kuncinya ada pada penilaian Presiden ter­hadap laporan keuangan ke­menterian/lembaga yang di­ang­gap bermasalah.

Setiap Pemborosan Tentu Merugikan

Meutia Hatta Swasono, Anggota Wantimpres


Anggota Dewan Pertim­bangan Presiden (Wantimpres) Bidang Pendidikan dan Kebu­dayaan, Meutia Hatta Swasono mengingatkan, kepada Kemen­diknas agar temuan BPK di sa­tuan kerjanya segera diselesai­kan. “Setiap indikasi peng­gu­naan anggaran yang tidak se­suai harus segera diselesaikan supaya tidak berlarut-larut,” katanya, kemarin.

Bekas Menteri Pember­da­yaan Perempuan dan Perlin­dungan Anak ini menyatakan, pada prinsipnya, setiap peng­gunaan anggaran yang tidak sesuai ketentuan, dimanapun, dan dalam bentuk apapun me­ru­pakan sebuah pemborosan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara yang harus segera dihentikan.

Saat ini setiap kementerian/lembaga sudah makin sadar mengenai perlunya membenahi diri. Hanya saja, menurutnya, tantangan dari masing-masing ins­tansi membuat capaian ke­ber­hasilan tidak sama. Karena itu hasil audit BPK memang sangat diperlukan. “Contohnya seperti kasus Kemendiknas ini. Maka dari itu BPK perlu meng­ingat­kan lagi,” ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar