JAKARTA, (Tribunekompas) By: Tommy.
- Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya pengerjaan proyek yang tidak terselesaikan di tiga satuan kerja Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang berpotensi merugikan negara Rp 55,91 miliar.
Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I 2011 mengungkapkan Kementerian yang dikomandoi M Nuh itu memiliki anggaran untuk belanja modal tahun 2010 sebesar Rp 5,53 triliun yang mencakup 378 satuan kerja (satker). Hasil pemeriksaan secara uji petik pada satker di lingkungan Kemdiknas menunjukkan tiga masalah besar.
Pertama, pembangunan gedung kuliah utama Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Fakultas Teknik (FT Undip). Awalnya Undip melakukan belanja modal berupa pekerjaan pembangunan Gedung Kuliah Utama (GKU). Pelaksanaan pekerjaan dilakukan sesuai kontrak kerja pemborongan antara FT Undip dan PT Teduh Karya Utama (PT TKU) senilai Rp 13,19 miliar. Proyek ini mulai dilaksanakan PT TKU pada 10 Juni 2010, dan harus selesai pada tanggal 21 Desember 2010.
Dari hasil audit diketahui, pembayaran pekerjaan sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 baru sebesar Rp 7,3 miliar atau 50 persennya, sedangkan pelaksanaan fisik pekerjaan baru sebesar Rp 6,2 miliar atau 47 persennya. “Dari laporan realisasi fisik di atas, terlihat PT TKU belum menyelesaikan pekerjaan pembangunan GKU FT Undip. Bahkan sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, pekerjaan tersebut belum juga diselesaikan,” kata Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif, di Jakarta, kemarin.
Bahtiar menjelaskan, dari evaluasi dokumen pelaksanaan pekerjaan diketahui PPK Undip telah melakukan pemutusan kontrak pekerjaan melalui suratnya kepada Direktur PT TKU pada 23 Desember 2010. Dalam surat tersebut, PPK FT Undip menyatakan melakukan pemutusan kontrak secara sepihak sesuai perjanjian kontrak no. 4851/H7.3.3/LL/2010 pasal 17 ayat (4) butir c bagian pemberhentian pekerjaan.
Pemutusan kontrak dilakukan karena berdasarkan laporan konsultan pengawas, prestasi kerja PT TKU sampai tanggal 21 Desember 2010 baru mencapai 47,25 persen dengan perkembangan pekerjaan 1,6 persen per minggu.
“Terhadap pemutusan kontrak tersebut, PPK FT Undip telah mengundang Direktur PT TKU untuk melaksanakan pemeriksaan pekerjaan dan penandatangan BAST serta pembayaran prestasi kerja pada tanggal 27 Desember 2010, namun PT TKU tidak menghadiri undangan tersebut. Terhadap pemutusan kontrak tersebut, PT TKU mengajukan gugatan kepada PPK FT Undip melalui Pengadilan Negeri (PN) Semarang tanggal 28 Desember 2010,” jelasnya.
Pemutusan kontrak, kata Bahtiar, dilakukan sesudah PPK FT Undip memberikan Peringatan ke III kepada Direktur PT TKU melalui surat tanggal 29 November 2010 yang isinya mengingatkan kepada PT TKU untuk segera menyelesaikan pekerjaan pembangunan sebelum 21 Desember 2010.
Terhadap peringatan ini, PT TKU meminta perpanjangan waktu sampai tanggal 15 Februari 2011. Direktur Utama PT TKU pun mengirimkan surat kepada PPK FT Undip yang menjelaskan alasan keterlambatan. Terhadap pemutusan kontrak tersebut, PPK FT Undip telah mencairkan dana sebesar Rp 2,8 miliar untuk melunasi sisa prestasi kerja PT TKU yang belum dibayar.
Untuk perhitungan hak dan kewajiban PPK FT Undip dengan PT TKU, PPK FT Undip telah mengajukan permohonan pencairan jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka kepada BPD Jatim sebesar Rp 659 juta, dan jaminan uang muka sebesar Rp 2,1 miliar. “Tapi sampai tanggal 7 Februari 2011, PPK FT Undip belum menerima pencairan jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka dari BPD Jatim,” jelasnya.
Alat Praktik Otomotif 35,6 M Belum Dimanfaatkan
Kasus kedua yaitu mengenai pengadaan untuk pembelajaran perakitan alat praktik otomotif paket 3 sebesar Rp 35,6 miliar yang belum dapat dimanfaatkan, dan senilai Rp 33,6 miliar yang berpotensi tidak terselesaikan.
Dalam DIPA Direktorat Pembinaan PSMK TA 2010 telah dianggarkan belanja bantuan langsung (block grant) untuk bantuan pembelajaran kewirausahaan perakitan/alat praktek otomotif sebesar Rp 69,3 miliar dari dana APBN-P. Dana tersebut telah direalisasikan seluruhnya untuk bantuan pembelajaran asembly line dan tools perakitan engine/body kendaraan roda empat sebesar Rp 35,6 miliar untuk 23 sekolah menengah kejuruan (SMK).
Hanya saja meskipun pembayaran telah dilakukan, kewajiban 23 SMK penerima bantuan untuk membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan bantuan kepada Direktorat PSMK belum disampaikan seluruhnya.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap rekapitulasi pemakaian bantuan, sebagian dana bantuan telah digunakan untuk pembayaran uang pemesanan peralatan assembly line perakitan otomotif senilai Rp 5,5 miliar. Dengan demikian, sisa dana pada 23 SMK sebesar Rp 30,1 miliar.
“Pengujian secara uji petik kepada penerima Bansos/SMKN 4 Jakarta menunjukkan bantuan telah diterima dalam rekening a.n. SMKN 4 dengan sisa per 11 April 2011 senilai Rp 2,1 miliar. Selain itu terhadap penyimpanan dana pada rekening tersebut diperoleh jasa giro senilai Rp 25 juta dan telah disetorkan ke kas negara senilai Rp 20,1 juta dan sisa sebesar Rp 5 juta,” kata Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif.
Selanjutnya, untuk bantuan perakitan alat praktik otomotif dalam bentuk komponen engine yang dilakukan PT Autocar Industri Komponen (AIK), berdasarkan kontrak pelaksanaan pekerjaan pada 7 Oktober 2010 senilai Rp 33,6 miliar. Pengadaan dilakukan dengan pelelangan umum yang dibiayai dari dana APBN-P dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 84 hari terhitung dari 7 Oktober-29 Desember 2010.
Ruang lingkup pekerjaan sesuai kontrak adalah untuk pengadaan komponen dan bagian komponen engine sebanyak 1000 set, melaksanakan pelatihan perakitan kepada 20 orang guru dari 5 SMK perakit yaitu SMKN 4 Jakarta, SMKN 1 Bekasi, SMK Warga, SMK Muh.
Borobudur 2, dan SMK Singosari, melaksanakan pengiriman dan serah terima pekerjaan dengan 5 SMK perakit, melaksanakan serah terima pekerjaan dengan pihak pertama setelah pekerjaan selesai seluruhnya dibuktikan dengan BAST, serta melaksanakan pembimbingan perakitan seluruh unit engine yang diadakan kepada 5 SMK perakit sesuai kesiapan di SMK perakit.
Untuk itu, PT AIK telah memperoleh pembayaran uang muka sebesar Rp 6,7 miliar. Kemudian, pada 28 Desember 2010, PT AIK memperoleh pembayaran lagi senilai Rp 26,9 miliar.
Pada saat pembayaran tersebut, pekerjaan baru mencapai 40 persen. Karena pekerjaan belum selesai 100 persen, maka PT AIK pun menyerahkan jaminan bank senilai Rp 21,86 miliar yang berlaku 15 Desember 2010 - 15 Februari 2011.
“Tapi sampai dengan pemeriksaan tanggal 11 April 2011, PT AIK belum dapat menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Progres pekerjaan sampai dengan akhir Maret 2011 baru mencapai 47 persen. Terhadap keterlambatan ini, PT AIK mengajukan surat kepada PPK tanggal 25 Maret 2011 untuk meminta perpanjangan masa pelaksanaan pekerjaan selama 60 hari, dan bersedia dikenakan denda keterlambatan,” paparnya.
Jasa Konsultasi School Business Plan Juga Disorot
Kemudian temuan terakhir, yakni mengenai dana Jasa konsultansi pelaksanaan School Business Plan oleh PT Multi Area Conindo yang tidak dilaksanakan sesuai kontrak perjanjian.
Dijelaskan Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif, Direktorat Pembinaan SMK telah melaksanakan pengadaan penyediaan tenaga (personel)/jasa konsultansi pelaksanaan School Business Plan (SBP) yang dibiayai dari dana Bantuan Pinjaman Luar Negeri. Anggaran yang disediakan dalam DIPA TA 2010 adalah Rp 10,3 miliar.
Jasa konsultasi SBP tersebut berbentuk kegiatan Indonesia Vacation Strengthening (INVEST) yang dilaksanakan PT Multi Area Conindo (MACON) senilai Rp 9 miliar. Kontrak dibuat berdasarkan surat penetapan panitia lelang No. 3193/C5.3/ TU/2009 tanggal 14 September 2009, serta surat persetujuan ADB tanggal 30 Oktober 2009 tentang persetujuan submission. Jangka waktu penyelesaian pekerjaan selama 40 bulan terhitung sejak 25 Januari 2010- 24 Mei 2013.
Pekerjaan yang harus diselesaikan pada tahun 2010 adalah Inseption Report, Laporan Triwulan I dan Triwulan II. Progres kegiatan untuk tahun 2010 tersebut sesuai kontrak yang telah ditetapkan dalam jadwal kerja sebesar 21 persen dengan pembayaran ditetapkan dalam kontrak senilai Rp 1,9 miliar.
“Realisasi pembayaran yang telah dilakukan selama tahun 2010 senilai Rp 2,7 miliar, terdiri dari pembayaran uang muka sebesar Rp 1,8 miliar berdasarkan SP3 No. 859359 C/140/100 tanggal 10 Juni 2010 dan pihak kedua telah memberikan jaminan uang sebesar Rp 1,8 miliar dengan masa jaminan sampai dengan tanggal 16 Februari 2010. Kemudian pembayaran setelah inseption report (10 persen dari nilai kontrak) senilai Rp 908 juta,” ungkapnya.
Dari dokumen yang sudah disampaikan oleh PT Macon diketahui, laporan pendahuluan yang seharusnya sudah selesai 1 Maret 2010 baru disampaikan oleh PT Macon tanggal 10 Juni 2010.
Dengan demikian, PT Macon terlambat menyampaikan laporan pendahuluan selama 4 bulan. Keterlambatan ini telah dilakukan peneguran dengan surat peringatan I pada 24 Mei 2010 dan surat peringatan II pada 13 Juli 2010.
Sehubungan dengan hal tersebut pada tanggal 10 Pebruari 2011, PT Macon menyampaikan annual report beserta laporan triwulanan I, II dan III secara bersamaan yang tidak dapat disetujui karena isi laporan tidak sesuai dengan kontrak.
“Oleh karena itu PT Macon dinilai telah melakukan pengingkaran kontrak sebagaimana ditetapkan dalam kontrak No.022b/C5.3/Kep/KP/2010 tanggal 25 Januari 2010,” jelasnya.
Bahtiar mengungkapkan, ketiga permasalahan ini telah melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, Keppres No. 42 tahun 2002 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan ketiga Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Pekerjaan yang tidak selesai tersebut mengakibatkan belanja negara senilai Rp 55,9 miliar berpotensi terjadinya indikasi kerugian keuangan negara, tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi menimbulkan sengketa di masa yang akan datang,” tegasnya.
Dihubungi terpisah, Bekas Humas Kemendiknas, Muhajir belum bisa memberikan keterangan. Pasalnya dirinya masih menunggu penjelasan dari Staf Khusus Mendiknas Bidang Informasi dan Media, Sukemi.
Sukemi, mengirimkan pesan singkat dan meminta agar Rakyat Merdeka menghubungi Inspektorat Jendral Kemendiknas, Muslimar. “Mas langsung ke pak Irjen saja ya. Karena dia yang tahu permasalahannya,” ungkap Sukemi.
Irjen Kemendiknas, Muslimar belum bisa memberikan keterangan. “Saya sudah di jalan pulang. Saya tidak bisa menjawab persisnya. Bagaimana kalau Senin,” tawar Muslimar.
Seminggu Lagi Dapat Auditnya
Raihan Iskandar, Anggota Komisi X DPR
Komisi X DPR belum menerima temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I tahun 2011 terkait pengadaan barang/jasa di tiga Satuan Kerja satker Kemendiknas.
“Kalau sudah kami terima, pasti akan ditanyakan dalam rapat bersama Kemendiknas,” kata Anggota Komisi X DPR, Raihan Iskandar, kemarin.
Anggota Fraksi PKS ini mengakui, kalau selama ini Komisi X DPR selalu berusaha mendorong mitra-mitranya untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan laporan keuangannya.
Hal itu dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anggaran kementerian/lembaga.
Anggota Badan Musyawarah DPR ini mengungkapkan, saat ini IHPS I 2011 yang dilaporkan BPK ke DPR masih berada di Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR. Sebab mekanismenya, setelah menyerahkan ke Pimpinan DPR, hasil audit BPK diserahkan ke BAKN untuk dilakukan kajian. Setelah itu BAKN kemudian akan menentukan prioritas pembahasan, untuk kemudian diserahkan kepada setiap Komisi untuk dipelajari dan dilakukan pembahasan bersama instansi terkait.
“Mungkin sekitar seminggu lagi kami akan mendapat hasil audit tersebut. Sambil kami pelajari, kita juga akan mengatur waktu rapat dengan Kemendiknas, dan slah satunya pasti mempertanyakan temuan ini,” tukasnya.
Pantas Ditindaklanjuti
Uchok Khadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA
Forum Indonesia untuk Trans paransi Anggaran (FITRA) meminta BPK melaporkan hasil temuannya di Kemendiknas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena terdapat indikasi kerugian negara.
“Biar KPK mempelajarinya, supaya kalau terbukti bisa diambil tindakan. Selama ini hasil audit BPK jarang yang ditindaklanjuti secara serius, padahal sudah ada indikasi kerugian negara,” kata Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Khadafi, kemarin.
Diungkapkan, selama ini kebanyakan hasil audit BPK cuma ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan terhadap laporan keuangan, atau dengan memberikan sanksi administrasi. Padahal dalam menentukan sebuah temuan, BPK telah menggunakan metode penelitian yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
“Artinya BPK tidak sembarangan untuk menyebutkan adanya kerugian negara. Kalau memang hasil audit BPK menyatakan hal tersebut, maka pantas untuk ditindaklanjuti secara serius,” ujarnya.
Selain itu FITRA juga meminta kepada Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR untuk memastikan agar setiap Komisi mempelajari, dan menindaklanjuti Ikhtisar Hasil Penelitian Semester I 2011 (IHPS I 2011) yang disampaikan BPK kepada DPR beberapa waktu lalu.
Menurutnya, untuk memastikan agar seluruh kementerian dan lembaga menindaklanjuti hasil temuan BPK secara serius adalah dengan membahasnya dalam rapat bersama DPR.
“Rapat itu kan sifatnya terbuka. Jadi para wartawan bisa tahu, dan menyampaikan kepada publik jika ada ketidakberesan terhadap laporan keuangan sebuah lembaga. Biar masyarakat juga ikut mengawasi,” tuturnya.
Lebih lanjut Uchok berharap agar hasil audit BPK dijadikan salah satu bahan penilaian UKP4. Alasannya, melalui laporan keuangan tidak hanya bisa menilai bagaimana kinerja sebuah instansi, tetapi juga sejauhmana keberanian kementerian/lembaga untuk menjamin transparansinya.
“Melalui rencana kerja anggaran yang diajukkan ke DPR saja kita sudah bisa mengetahui banyak hal, seperti adanya kemungkinan pemborosan anggaran, double budget, atapun potensi penyelewengan anggaran,” cetus Uchok.
Untuk mewujudkan hal tersebut, lanjut Uchok, kuncinya ada pada penilaian Presiden terhadap laporan keuangan kementerian/lembaga yang dianggap bermasalah.
Setiap Pemborosan Tentu Merugikan
Meutia Hatta Swasono, Anggota Wantimpres
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Meutia Hatta Swasono mengingatkan, kepada Kemendiknas agar temuan BPK di satuan kerjanya segera diselesaikan. “Setiap indikasi penggunaan anggaran yang tidak sesuai harus segera diselesaikan supaya tidak berlarut-larut,” katanya, kemarin.
Bekas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini menyatakan, pada prinsipnya, setiap penggunaan anggaran yang tidak sesuai ketentuan, dimanapun, dan dalam bentuk apapun merupakan sebuah pemborosan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara yang harus segera dihentikan.
Saat ini setiap kementerian/lembaga sudah makin sadar mengenai perlunya membenahi diri. Hanya saja, menurutnya, tantangan dari masing-masing instansi membuat capaian keberhasilan tidak sama. Karena itu hasil audit BPK memang sangat diperlukan. “Contohnya seperti kasus Kemendiknas ini. Maka dari itu BPK perlu mengingatkan lagi,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar